Ada sejumlah hadits yang mengatakan jika Nabi Muhamamad, shallallahu ‘alaihi wa sallam kerap kali berbaring di sisi tubuh sebelah kanan jika telah selesai mengerjakan shalat sunnah fajar atau shalat sunnah qabliyah subuh. Seperti dalam sebuah hadits berikut :

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا سَكَتَ اْلمُؤَذّنُ بِاْلأُوْلَى مِنْ صَلاَةِ اْلفَجْرِ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيْفَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ اْلفَجْرِ بَعْدَ اَنْ يَسْتَبِيْنَ اْلفَجْرُ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقّهِ اْلاَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ اْلمُؤَذّنُ لِلإِقَامَةِ

“Apabila muadzdzin telah selesai adzan untuk shalat subuh, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai datang muadzin kepada beliau untuk iqamat shalat subuh.” (HR Bukhari 590)

Akan tetapi, beberapa ulama memiliki perbedaan opini mengenai hukum untuk berbaring setelah selesai melakukan ibadah shalat sunnah subuh. Berikut pendapat-pendapatnya:

Pertama. Hukumnya sunnah secara mutlak. Pernyataan ini berdasarkan madzhab Syafi’i dan juga merupakan pendapat Abu Musa Al ‘Asy’ari, Rafi’ bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum.

Kedua. Hukumnya wajib. Pendapat ini berdasarkan madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah. Meski pendapatnya juga ada yang menganggap terlalu berlebihan dengan karena beliau sampai menganggap ibadah tersebut sebagai syarat sahnya shalat subuh. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga telah menyampaikan berita sebagaimana dinukil Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad I/319 : “ Ini adalah termasuk pendapat yang beliau bersendiri dengan pendapat tersebut dari para imam yang lain”

Ketiga. Hukumnya makruh. Pendapat ini berdasarkan sebagian besar para salaf. Di anatarnya yang berpendapat demikian adalah Ibnu Mas’ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha’i rahimahumullah. Al Qadhi ‘Iyad rahimahullah juga memaparkan jika ini adalah pendapat dari jumhur ulama. Mereka juga meyakini jika tidak pernah mengetahui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya di masjid. Apabila Nabi melakukannya, pastilah akan dimasukkan dalam hadits mutawattir.

Keempat. Hukumnya menyelisihi perkara yang lebih utama. Ini meruapakan pendapat Hasan Al Bashri rahimahullah.

Kelima. Hukumnya mustahab untuk orang-orang yang mengerjakan shalat malam supaya bisa beristirahat. Maksud mustahab disini hukum yang didasarkan pada sesuatu yang telah dicontohkan nabi satu atau dua kali, sehingga jatuhnya bisa sunnah atau dianjurkan. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul ‘Arabi dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumallah.

Keenam. Berbaring di sini bukanlah inti yang dimaksud, namun yang dimaksud adalah memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini diriwayatkan dari pendapat Imam Syafi’i. Namun pendapat ini tertolak, sebab pemisahan waktu memungkinkan dilakukan dengan selain berbaring.

Dari beberapa pendapat di atas, bisa disimpulkan jika lebih tepat jika berbaring setelah mengerjakan shalat sunnah subuh hukumnya mustahab (dianjurkan), selama memenuhi dua syarat :

-Dilakukannya di rumah dan tidak di masjid, karena sudah ada yang berpendapat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukannya di dalam masjid.

-Orang yang melakukannya harus dapat menjamin jika dirinya bisa terbangun kembali dan tidak sampai tertidur, sehingga tidak terlambat untuk mengerjakan ibadah shalat subuh secara berjamaah.